Selasa, 20 Maret 2012

Cita - citaku

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 00.28 0 komentar
cita - citaku setelah SMA ini ingin melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor atau yang biasa disebut-sebut IPB, disana saya ingin mengambil jurusan ala kadarnya, yang penting masuk IPB horeeeeee. . .AMiN, , tapi ada yang saranin untuk ambil statistik jadi ya ambil statistik aja coz ga ada pilihan lain. haha


Kesan  : di SMA ini bnyak sekali peristiwa yang tidak bisa terlupakan terutama saat teman - teman bulus membulusi saya, masa-masa SMA adalah masa yang paling indah tentang cinta tentang sahabat sedih aahhh semuanya pokoknya, , , , , pengen rasanya mengulang dari nol lagi
»»  Baca Selengkapnya...

Jumat, 09 Desember 2011

My Profil

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 19.40 0 komentar
Decy Chintya Dwi Ningtyas

Haaiii Teman2,, Salam Peace nd Love dari Decy.. :D

  Kenaliiin,, Nama aku Decy S.D.N. Bukan berarti Sekolah Dasar Negeri Lhoo.. Aku sendiri juga baru sadar kalau disingkat nama ku menjadi S.D.N itu waktu kelas X dipanggil sama guru Sosiologi (Bu Ning) dengan sebutan itu.. Sebenarnya S.D.N itu singkatan dari Shintya Dwi Ningtyas. Masing" temanku mempunyai nama panggilan kesayangan untukku, ada yang memanggil dengan Decy, Achie, Echie, wahh macan" dehh pokoknya.. :D
Aku tinggal di Jalan Waringin Rt/Rw.03/02 Desa Dagangan, Kecamatan Dagangan (63172), Kota Gadis. Aku masih tinggal bersama orang tua ku (masih numpang sihh.. :D), dan juga sama kakak perempuanku, namanya Hernina Dewi Lestari (gg perlu bahas dia).
Aku dilahirkan sekitar 17 tahun yang lalu (bisa kurang, bisa lebih) pada hari Selasa Pahing, Tanggal 14, Bulan Desember, Tahun 1993, jam 06.00 pagi di rumahnya ibu Utami (Ibu Bidan yang rumahnya pagotan itu lhoo..).
Pertama kali aku mengenal tulisan, aku mengikuti program homeschooling. Itu waktu aku masih berumur sekitar 3 tahun. Yang paling menyenangkan mengikuti program ini adalah bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan yang pasti tidak dipungut biaya, soalnya guru pengajarnya adalah ayahku sendiri.. hhehehe.. Sekitar umur 5 tahun, aku memasuki sekolah TK, yaitu di TK Aisiyah BA 6, Desa Dagangan. Setelah sekitar 1 tahun menuntut ilmu disitu dan mendapat predikat LULUS, aku melanjutkan di SDN Dagangan 01. Dan yang paling membanggakan adalah selama 6 tahun sekolah di SD itu aku selalu mendapat rangking 1 (walau dari 10 siswa.. :D)..
Dan setelah mendapat Predikat LULUS lagi, aku melanjutkan ke sekolah yang sebelumnya tidak pernah aku duga, di SMP Negeri 1 Geger, Bayangkan!! SMP Negeri 1 Geger (Lebay amat sihh.. :D)..
Dan lagi" setelah mendapat predikat LULUS dengan NUN 37,90,, aku melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Geger tercinta ini.. (Horeee.. :D)
Pertama kali aku masuk di Sekolah ini, aku merasa ada yang berbeda.. Aku mulai berfikir Dewasa, tapi pada kenyataannya belum bisa malakukan apa yang aku fikirkan.. Di kelas X, aku ditempatkan di XA (BluezZa), yang KATANYA kelas unggulan. Dimasa itu aku pernah mengalami hal yang terlalu indah dilupakan nd terlalu sedih dikenang.. ceilee..:D Trus kalas XI-nya di XIA1 (Galaxi) yang KATANYA juga kelas unggulan..
Dan sekarang aku ditempatkan di XIIA2 (belum ada namanya).. Memang sihh aku sudah kelas XII tapi belum ada bayangan aku mau melanjutkan kuliah dimana. Ada sihh sebuah keinginan tapi... yahh semoga bisa terwujud.. amiin.. :)) Dan juga sampai saat ini aku belum menentukan cita"ku, tapi aku juga mempunyai sebuah cita", dan aku yakin kelak aku akan bisa meraih cita" itu.. amiiiiinn...
Cukup dulu Curcol *Curhat Colongan* nya..
oo iyaa.. ada yang kelupaan. *Promosi dulu*.. Buat kamu" yang pengen kenal (buat yang belum kenal), pengen kenal lebih dekat (buat yang udah kenal) or pengen tau banyak,, kamu bisa lihat (Trus di Add..:D) di my facebook.. Kamu bisa cari dari e-mail Chintya_cweetygirl@yahoo.co.id or Decy Chintya Idtu Lupdha .
Chintya_decy12@yahoo.co.id or Decy Chintya Dwi Ningtyas.


My Galery



hmm.. gg terasa udah hampir 3 tahun aku sekolah disini. Banyak kisah yang aku lewati disini. Mulai dari suka, duka, pertengkaran, sahabat, pacar, guru, gosip, kantin, sampai beberapa kenakalan bersama teman" (tapi yang wajar"saja).. aku pasti akan sangat merindukan masa ini.. Dan sekarang memulai untuk memikirkan serius dan dewasa untuk menyongsong masa depan.. :)

Disini aku juga menemukan sahabat" yang sangat berarti bagiku.. Mereka udah aku anggap sebagai kakak" nd adik" aku sendiri. Mereka selalu ada saat dibutuhkan. Kami sering bercerita, saling menolong, berbagi kebahagiaan sampai berbagi kesedihan. Banyak cerita yang tergores bersama mereka. Semuanya akan tersimpan rapi didalam hatiku. Aku harap persahabatan ini tidak berakhir dengan berakhirnya masa SMA ini. Dimanapun kalian kelak akan tetap menjadi sahabatku..
*kebanyakan curcol jadi lupa memperkenalkan mereka..


Decy Chintya Dwi Ningtyas Next Profil
Shelvya Endah Widyawati (Fb: Chevya_cute@tahoo.co.id)
Adi Kusbiantoro (Fb: Adikus11@gmail.com)
Latifatul Zahroh (Fb: Bella_aldama3194@yahoo.co.id)
Nurul Masithoh (Fb: ully_numa@yahoo.co.id)
Darul Yuliana (Fb: Viviya_arul@yahoo.co.id)


LOG OUT
Decy Chintya Dwi NingTyas
»»  Baca Selengkapnya...

Rabu, 07 Desember 2011

Surat Kecil Untuk Tuhan - Puisi

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 04.36 0 komentar

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.

Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku,
terjadi pada orang lain.

Tuhan…
Bolehkah aku menulis surat kecil untuk-Mu

Tuhan…
Bolehkah aku memohon satu hal kecil untuk-Mu

Tuhan…
Biarkanlah aku dapat melihat dengan mataku
Untuk memandang langit dan bulan setiap harinya..

Tuhan…
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh, agar aku bisa menjadi wanita seutuhnya.

Tuhan…
Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi
Agar aku bisa memberikan kebahagiaan
kepada ayah dan sahabat-sahabatku

Tuhan…
Berikanlah aku kekuatan untuk menjadi dewasa
Agar aku bisa memberikan arti hidup
kepada siapapun yang mengenalku..

Tuhan ..
Surat kecil-ku ini
adalah surat terakhir dalam hidupku
Andai aku bisa kembali…
Ke dunia yang Kau berikan padaku..

In memorial,

Gita Sesa Wanda Cantika.
19/06/91 s/d 25/12/06

Source: http://lubang-kecil.blogspot.com/2011/11/sinopsis-surat-kecil-untuk-tuhan.html
»»  Baca Selengkapnya...

Surat Kecil Untuk Tuhan - Sinopsis

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 04.34 0 komentar

Novel Surat kecil untuk Tuhan (True story of Gitta Sessa Wanda Cantika)
Adalah sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata keke, seorang gadis remaja Indonesia yang telah meninggal tahun 2008 karena kanker ganas.

Hai Sobat, namaku Keke. Umurku 13 tahun ketika aku divonis mengalami penyakit kanker ganas bernama Rabdomiosarkoma, sulit bagiku untuk mengerti penyakit apa yang menyerang bagian wajahku itu bahkan untuk menyebut ulang nama penyakit itu, aku sangat kesulitan. Dokter bilang aku terkena kanker jaringan lunak yang sangat langka dan menjadi orang pertama di Indonesia yang mengalami penyakit itu.

Aku sedih ketika ayahku menangis menolak permintaan dokter untuk melakukan operasi di wajahku. Dokter bilang: “bila aku tidak melakukan operasi, maka hidupku tidak akan bertahan lama lebih dari 3 bulan”. Aku sangat terkejut, karena penyakit itu tidak memiliki tanda-tanda apapun selain aku mengalami sakit mata yang diikuti dengan mimisan yang terjadi selama seminggu. Kanker itu hanya seukuran kuku jariku dan bersarang di bagian pelipis mataku, tapi operasi itu mengharuskan aku kehilangan sebagian wajah kiri dan mataku.

Ayahku tentu tidak akan rela aku kehilangan bagian wajahku karena aku adalah seorang anak gadis yang akan tumbuh dewasa bagaimanapun kelak. Aku tidak pernah paham seberapa menakutkan penyakit itu hingga aku merasakan sendiri bagian wajahku mulai membengkak sebesar bola tenis dan buta. Ketika aku menangis merasakan kesakitan, ayahku tidak pernah mau jujur mengatakan penyakit itu. Hingga akhirnya aku berjuang hidup selama 3 bulan mencari pengobatan tradisional dan seorang ulama mengatakan padaku aku terserang kanker.

Perasaanku saat itu sangat hancur, aku tahu hidupku tidak akan lama lagi dengan keadaan buta dan kehilangan pernafasan hidung sebelah kiriku. Aku menangis dan protes kepada Tuhan, mengapa ia tega merenggut masa remajaku dan kesempatanku untuk menjadi penyanyi dan model. Air mata yang berjatuhan setiap harinya tak pernah kulewatkan ketika rasa sakit kanker itu datang. Walau demikian aku sungguh beruntung, sahabat-sahabatku, keluargaku dan kekasihku selalu ada disampingku untuk memberikan dukungan tanpa henti.

Ketika aku mulai pasrah Tuhan menjemputku, Aku hanya berdoa berharap kepada Tuhan agar ia memberikan aku waktu lebih lama di dunia ini untuk mengucapkan selama berpisah dengan sahabat, kekasihku dan terutama untuk membuat ayahku bahagia lebih lama. Disaat itu aku tidak mampu berdiri dan mengalami kritis. Tuhan mendengar doaku, disaat itulah aku mendapatkan sebuah mujizat, seorang dokter menyelamatkanku dari penyakit itu disaat-saat terakhir hidupku. Aku sembuh dan kanker diwajahku menghilang secara ajaib.

Aku merasakan kebaikan Tuhan padaku dan melawan vonis kematian yang dikatakan dokter padaku, aku pun berjanji padanya mulai saat itu untuk bersyukur akan kehidupan yang ia berikan padaku. Usai penyakit itu hilang dalam hidupku, Aku melewatkan hari-hariku dengan bahagia bersama keluarga dan teman-temanku, aku menghabiskan waktuku dengan belajar kitab suci dan mendekatkan diriku pada Tuhan. Hidup-hidupku pun berlalu dengan bahagia walaupun pada akhirnya hal yang tak kuharapkan terjadi lagi dalam hidupku ketika kanker itu kembali padaku, kini ia menyerang wajah sebelah kananku.

Disaat aku mendapatkan vonis itu kembali, aku tidak lagi takut dan aku tidak lagi marah kepada Tuhan. Aku bersyukur padanya, ia memberikan aku kesempatan lebih lama di dunia ini untuk dapat bersama sahabat, keluargaku dan kekasihku.Walau air mata berjatuhan disampingku, aku berusaha untuk tegar dan mengatakan kepada semua orang, kalau ujian dalam hidupku adalah tanda sayang Tuhan kepadaku.

Dokter yang menyelamatkan hidupku pertama kalinya menyerah, ia tidak sanggup lagi menyelamatkanku. Aku hanya tersenyum dan berjanji untuk bertahan hidup hingga aku bisa melewatkan ujian terakhirku di dunia ini agar bisa lulus di bangku SMP. Walau aku buta dan lumpuh, aku berjanji pada Tuhan dan sahabat-sahabatku untuk lulus dan memakai seragam SMA.

Sobat, hidup adalah anugerah yang indah. Atas kebaikan Tuhan, aku mampu mengikuti ujian sekolah dengan kondisiku yang semakin parah. Aku bersyukur karena bisa lulus dengan baik dan sampai akhirnya mampu memakai seragam rok abu-abu bersama sahabat-sahabatku walau hanya sehari disaat sebelum aku harus dilarikan ke rumah sakit karena darah terus mengalir di hidungku.Kematianku semakin dekat dan itu bisa kurasakan disaat hembusan nafasku semakin berat.

Tapi aku tidak ingin pergi dari dunia ini tanpa menuliskan suratku kepada Tuhan. Surat yang telah membuatku hidup sebagai seorang gadis yang berjuang untuk hidup dan ribuan anak-anak lain yang mengalami penyakit kanker yang sama denganku.

Aku berharap ketika aku tidak ada lagi di dunia ini, kisahku menjadi inspirasi bagi siapapun yang ada di dunia ini untuk bersyukur akan hidup. Karena Tuhan begitu mencintai kita dengan cobaannya.

Sobat.. bila ada tawa di dunia ini, maka akan ada tangis disampingnya.

Source: http://lubang-kecil.blogspot.com/2011/11/sinopsis-surat-kecil-untuk-tuhan.html
»»  Baca Selengkapnya...

Biasanya, Ayah...

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 04.33 0 komentar

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja diperantauan, yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya. Akan sering merasa kangen sekali dengan ibunya. Lalu bagaimana dengan Ayah? Mungkin karena ibu lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari,tapi tahukah kamu, jika ternyata ayahlah yang mengingatkan Ibu untuk menelponmu? Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian? Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil.

Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah mengganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu. Kemudian Ibu bilang : "Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya" , Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka. Tapi sadarkah kamu? Bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba. Tetapi Ayah akan mengatakan dengan tegas : "Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang". Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

 Saat kamu sakit pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata: "Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!". Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja, Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan: "Tidak boleh!". Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat-sangat luar biasa berharga. Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu. Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu. Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia. :') Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah kamu, kalau hati Ayah merasa cemburu? Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut-larut. Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu.

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Ayah akan segera datang? "Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah" Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Sarjana. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata-mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh Ayah tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah.

Ketika kamu menjadi gadis dewasa. Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain. Ayah harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu? Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini-itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukmu erat-erat. Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata "Jaga dirimu baik-baik ya sayang". Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT. Kuat untuk pergi dan menjadi dewasa. Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan. Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : "Tidak..... Tidak bisa!" Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan "Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu". Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat "putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang".

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin. Karena Ayah tahu, bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti. Dan akhirnya, saat Ayah melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia. Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis? Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa, dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata: "Ya Allah, ya Tuhanku. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita dewasa yang cantik. Bahagiakanlah ia bersama suaminya". Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk. Ayah telah menyelesaikan tugasnya menjagamu.

Ayah, Bapak, atau Abah kita, Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat. Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis. Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa "KAMU BISA" dalam segala hal.

Source:
http://www.facebook.com/editprofile.php?sk=relationships&success=1#!/note.php?note_id=202942199744982

»»  Baca Selengkapnya...

Peran Sii Sulung

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 04.31 0 komentar
Di suatu hari yang cerah dengan udara yang sejuk di sebuah pedesaan, seorang ibu sedang bercengkerama dengan ketujuh anaknya. Kegembiraan, kebahagiaan dan kebersamaan terbangun dalam keluarga itu, selang beberapa saat anak pertama melontarkan kalimat-kalimat bijak kepada ibunya.
                “Ibu, aku memang tidak terlalu pintar dibanding taman-tamanku di sekolah, tapi tolong jangan sampai engkau keluarkan kalimat BODOH untukku”.
“Ibu, aku memang tidak terlalu tampan dibanding anak dari teman-teman ibu, tapi tolong jangan sampain engkau keluarkan kalimat JELEK untukku”.
                “Ibu, aku memang tidak penurut seperti anak-anak yang lain, tapi tolong jangan sampai engkau keluarkan kalimat NAKAL untukku”.
                “Ibu, aku memang sering khilaf melanggar aturan agama karena ketidakberdayaanku, tapi tolong jangan sampai engkau keluarkan kalimat DURHAKA untukku”.
                “Ibu, sampai hari ini aku belum mampu membalas segala jasamu dan belum mampu membahagiakan sebagian keinginanmu, tapi tolong jangan sampai engkau keluarkan kalimat GAK TAHU DIRI untukku”.
                “Ibu, kalau sampai hari ini aku masih sering lupa mendoakanmu karena kesibukanku, tolong jangan hentikan airmata doamu untukku dan jangan pula sepatah kata laknat pun engkau keluarkan dari bibirmu”.

Ibu itu pun kemudian meneteskan airmatanya, apa arti dari airmata ibu itu?

            Alkisah, beberapa tahun kemudian, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang bepergian naik pesawat ke Jakarta. Disampingnya duduk seorang ibu yang sudah setengah baya. Si pemuda menyapa, dan tak lama kemudian mereka terlarut dalam obrolan ringan.
            “Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?” tanya si pemuda.
            “Oh.. Saya mau ke Jakarta terus ‘connecting flight’ ke Singapore untuk menengok anak saya yang kedua.” Jawab ibu itu.
            “Wouw.. Hebat sekali putra ibu.” Pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu, pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.
           
“Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya bu? Bagaimana dengan kakak dan adik-adiknya?”
            “Oh ya tentu.” Si ibu bercerita: “Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang, yang keempat bekerja di perkebunan di Lampung, yang kelima menjadi arsitek di Jakarta, yang keenam menjadi kepala cabang sebuah bank di Purwokerto, dan yang ketujuh menjadi Dosen di sebuah perguruan tinggi terkemuka di Semarang.”

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ketujuh.

            “Terus bagaimana dengan anak ibu yang pertama?”
Sambil menghela nafas panjang, ibu itu menjawab, “Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.” Kata sang Ibu.

Pemuda itu segera menyahut, “Maaf ya Bu, mungkin ibu agak kecewa ya dengan anak ibu yang pertama, karena adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi seorang petani?”

Apa jawab sang ibu???
Apakah anda ingin tahu jawabannya???

Dengan tersenyum ibu itu menjawab: ”Ooo.. tidak, tidak begitu nak. Justru saya SANGAT SANGAT BANGGA dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”
Pemuda itu terbengong.


Sejenak kita bertanya pada diri kita sendiri, bagaimana kondisi adik-adik kita hari ini? Bagaimana pula kakak-kakak kita? Lalu bagaimana pula dengan Ibu dan Ayah kita. Apa yang telah kita berikan untuk mereka, adakah setetes air mata do’a untuk keselamatan dunia dan akhiratnya? Hari ini? Kemarin? Atau esok?
Semua orang di dunia ini penting. Buka mata kita, pikiran kita, hati kita. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca semua peristiwa itu sampai selesai.

Orang bijak berbicara “HAL YANG PALING PENTING DI DUNIA INI BUKAN BERTANYA TERUS SIAPA KITA ? tetapi APA KARYA YANG SUDAH KITA CIPTA DAN APA YANG TELAH KITA LAKUKAN UNTUK SAUDARA-SAUDARA KITA DAN ORANG LAIN ?



Source: http://www.facebook.com/editprofile.php?sk=relationships&success=1#!/note.php?note_id=202942199744982

»»  Baca Selengkapnya...

Biarkan Waktu Yang Menjawab

Diposting oleh Decy Chintya Anca di 04.22 0 komentar
Sore yang cerah, Nesha duduk di bangku taman kota. Di tengah keramaian orang-orang disekitar, dia menikmati kesendiriannya. Dia melihat beberapa orang lainnya yang asyik mengobrol. Semilir angin menerbangkan helaian rambutnya. Lama kalamaan, langit mulai menampakkan keindahannya. Disaat itu pula, sebenarnya ia membutuhkan seorang teman yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Apalagi saat ini hatinya dilanda kesedihan. Tanpa ia sadari seseorang meperhatikan lamunannya. Dan kini orang itu menghampirinya.
“Hai, namamu siapa?” ucap seorang laki-laki dihadapannya. Tepatnya orang yang dari tadi memperhatikannya. Wajahnya  tampan.
“Aku Nesha.” Ucapnya kemudian. Dahinya mengkerut heran. Beribu pertanyaan memenuhi benaknya.
“Aku melihatmu melamun saja dari tadi?” Ucapnya lagi.
“Kamu siapa?” Tanya Nesha ragu-ragu.
“Oh ya.. Aku lupa. Aku Morgan.” Ternyata namanya Morgan.
“Pasti kamu heran, karena tiba-tiba aku menghampirimu.” Morgan tersenyum, memamerkan lesung pipit di kedua pipinya.
“hmm.. iya..” seakan dia tahu apa yang Nesha pikirkan.
“Aku Cuma ingin berteman denganmu kok!” ujar Morgan singkat. Dia menatap Nesha dengan sorot mata yang teduh. Matanya indah dengan bola mata berwarna coklat. Lalu Morgan mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
“Kita sekarang berteman.” Ucapnya kemudian. Nesha membalas uluran tangannya. Masih dengan rasa heran, namun Nesha berharap Morgan adalah orang yang dikirim Tuhan untuk menemani kekosongan hatinya.

Siang ini, terik matahari terasa membakar tubuh. Keringat serasa membanjiri seluruh tubuh Nesha. Padahal baru beberapa detik dia berdiri di depan sekolah tengah menunggu bis kota yang setia mengantarkannya kemanapun dia mau pergi. Sesekali, ia menghapus keringat yang mengalir dikeningnya.
“Mana ya bis kotanya? Kok nggak ada yang lewat?” Gumam Nesha dalam hati. Sesaat kemudian, sebuah motor vixion hitam berhenti didepannya. Dan si pemilik motor membuka kaca helmnya.
“Nesha, belum pulang?” Tanyanya.
“Morgan!” Nesha menyambutnya dengan riang. Sudah beberapa waktu ini, Nesha mulai mengenal Morgan. Kepribadiannya benar-benar membuat Nesha mengaguminya. Dia bergitu berfikiran dewasa. Apalagi, setelah Nesha menceritakan tentang hal yang selama ini membuat Nesha selalu sendiri, tanpa seseorang yang berarti.
“Nes, pulang bareng yuk!” Ucap Morgan sambil tersenyum. Dia juga masih mengenakan seragam sekolah yang Nesha kenal sebagai salah satu sekolah favorit itu. Nesha mengangguk dan naik ke motor Morgan.
“Morgan, main kerumahku yuk!” ujar Nesha memecah keheningan. Morgan tampak kelelahan, sehingga ia tidak berbicara saat di perjalanan. Wajahnya tampak pucat.
“Maaf Nes, aku harus ke rumah sakit.” Ucap Morgan.
“Rumah sakit? Siapa yang sakit?”Nesha tercengang.
“Sepupuku.” Jawabnya dengan singkat. Nesha sempat merasa aneh dengan Morgan.
“Terima kasih. Aku duluan ya..” Ucap Nesha ketika sampai di depan rumahnya.
“Iya, sama-sama. Oh ya.. Ini buku yang kemarin aku pinjam.”  Morgan menyerahkan sebuah buku pada Nesha. Nesha pun mengangguk dan kemudian melambaikan tangan ke arah Morgan.

                Hari ini, hari minggu. Mama dan Papa Nesha tidak ada di rumah. Nesha menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia benar-benar kelelahan setelah membersihkan kamarnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada buku yang dipinjam Morgan kemarin. Dia meraihnya dan membuka halaman pertamanya. Dia belum sempat membaca, namun tiba-tiba Nesha kaget ketika menemukan sebuah buku panduan kecil yang berjudul “Kanker” yang terjatuh.
“Kanker? Morgan membaca buku kanker? Untuk apa? “ Nesha bertanya-tanya dalam hati.
“Jangan-jangan...” Nesha membuang semua pikiran buruknya. Dia mencoba berfikir positif. Kemudian dari bawah terdengar ketukan pintu. Nesha bergegas membukanya.
“Morgan?” Ucapnya kaget. Baru saja Nesha memikirkannya, sekarang dia dihadapannya.
“Hai Nes, boleh aku masuk? Hehehe..” Morgan tertawa kecil.
“Oh iya.. Aku hampir lupa. Silahkan masuk, Morgan.”
“Pada kemana sih? Kok sepi?” Morgan menengok ke kanan dan ke kiri.
“Pada pergi. Eh mau minum apa?”
“Mmm.. Air putih aja deh.” Jawab Morgan. Nesha mengmbilkan segelas air untuk Morgan.
“Eh Nes, gimana? Kamu udah menemukan sosok pria yang bisa menjagamu?” Pertanyaan Morgan membuat jantung Nesha berdebar. Nesha menggeleng pelan. Padahal, Nesha berharap Morgan la h sosok pria yang menjaganya.
“Nes, dengarkan aku. Kamu tak perlu jadi sensi gitu sama cowok. Mungkin kamu belum menemukan sosok yang tepat. Percayalah akan selalu ada cinta yang lain untukmu. Akan selalu ada sosok lain yang akan menjagamu dengan hati yang tulus.” Morgan tersenyum tipis. Nesha mengangguk, membenarkan kata-kata Morgan. “Biar waktu yang menjawab , Nes. Apa yang akan terjadi nanti, yang jelas sesuatu yang indah akan selalu ada untuk dilewati. Asal kita percaya bahwa takdir itu benar-baner terjadi.”
“iya, Morgan. Aku percaya itu.” Nesha menghela nafas panjang.
“Termasuk pertemuan antara kaku dan kamu, Nes. Aku berharap, akan selalu dekat denganmu., sampai saat terakhirku.” Morgan berkata pelan.  Nesha heran mendengar perkataan Morgan.
“Ah tidak apa-apa. Nes, sisi terindah dalam hidupku adalah pertemuan kita. Pertemuan aku dan kamu dibawah langit senja.” Morgan benar, kata-katanya membuat Nesha beruntung bisa mengenalnya.

Sudah bebrapa minggu ini, Nesha kehilangan kabar Morgan. Handphonenya juga tidak pernah aktif. Setelah ia tanya kepada teman sekolah Morgan, Morgan sudah beberapa hari tidak masuk sekolah. Pertemuan terakhirnya dengan Morgan, saat Morgan datang ke rumah Nesha hari minggu itu. Nesha memutuskan untuk datang ke rumah Morgan. Dan berharap tidak terjadi apa-apa dengan Morgan. Nesha menyusuri jalan sekitar tempat tinggal Morgan. Morgan pernah memberitahukan alamat ini padanya.
“Maaf pak, apakah bapak tahu alamat ini?” Nesha bertanya kepada seorang bapak yang lewat. Bapak itu mengangguk dan bersedia menunjukkan rumah Morgan.
Namun Nesha tercengang ketika melihat orang-orang berbaju hitam berdatangan ke rumah itu. Bendera kuning juga tampak menancap di halaman rumah. Apa artinya? Nesha mendekat ke rumah Morgan. Berusaha berani mengetahui apa yang terjadi.
“Morgan??” Ucapnya tak percaya. Airmatanya mulai mengalir dan semakin deras. Rasa kehilangan langsung menyelimuti hatinya saat mengetahui orang yang mulai dia cintai meninggalkannya untuk selamanya.
“Nak Nesha?” Tanya seorang ibu disamping Nesha, yang sepertinya dia adalah ibunya Morgan. Dan Nesha mengangguk cepat.
“Ibu adalah ibunya Morgan.” Kesedihan jelas tergambar di wajahnya, hanya saja ia berusaha tegar.
“Bu, mengapa Morgan bisa begini? Saya tidak bisa mempercayainya.” Nesha berkata sambil terisak.
“Ada yang belum kamu ketahui tentang Morgan. Morgan mendrita kanker paru-paru. Dia sangat membutuhkan seorang teman yang bisa memberi arti penting dalam hidupnya disaat-saat terakhirnya. Dia bilang, menjaga Nesha. Ibu sangat sedih nak.” Jelas ibu Morgan panjang lebar.
Nesha tidak dapat membendung airmatanya. Dia memandang mata Morgan yang telah dibalut kain kafan dengan hati miris.
“Satu hal yang sangat berkesan dalam hidupnya adalah mengenal kamu.” Kata ibu Morgan lagi.
“Aku mulai mengerti. Buku kanker, Wajah Morgan yang terlihat pucat dan kelelahan, Rumah sakit, Terakhir kali Morgan datang ke rumah dan mengatakan saat terakhir. Apakah ini jawaban dari waktu?” Jeritnya dalam hati.
Nesha tak mampu berbicara. Seluruh raganya seolah melayang mengejar bayangan Morgan. Dam kini yang ada dihadapannya hanyalah jasad Morgan. Nesha merasa jiwa dan raganya telah pergi bersama rindu dan cintanya pada Morgan.
»»  Baca Selengkapnya...
 

Decy Chintya Delova - Cerpen Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting